- 28 May 2017
- Administrator
Selama bertahun-tahun perpustakaan kita terpotret sebagai sebuah tempat yang jauh dari kata nyaman, tumpukan buku-buku berdebu, furniture usang serta ruangan yang pengap akan mudah terlintas dalam benak kita manakala mendengar nama perpustakaan disebut. Bahkan, perumpaan bagi mereka yang rajin membaca buku pun jauh dari istilah “keren”. Mereka sering dijuluki sebagai “kutu buku”, bisa jadi sebutan ini diilhami dari banyaknya kutu yang ada di didalam tumpukan buku-buku yang sudah usang serta tidak terawat.
“Kita perlu membangun sebuah konsep perpustakaan yang berkemajuan”, tegas Ayu Wulansari, S,Kom kepala Unit Pelayanan Teknis (UPT) Perpustakaan Unmuh Ponorogo. Selain itu menurut Ayu, sebuah perpustakaan juga harus memiliki konsep literasi yang bagus. “Koleksi bukunya harus lengkap serta sesuai dengan kebutuhan user-nya”, tegasnya.
Sejauh ini, UPT Perpustakaan Unmuh Ponorogo di bawah kepemimpinannya telah berhasil mendapatkan status terakreditasi dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan peringkat Akreditasi “A”. “Tentu kita sangat bersyukur dengan pencapaian ini, untuk itulah kita juga ingin berbagi kebahagiaan”, sambung Ayu yang sekaligus sebagai Ketua Panitia Kegiatan Seminar dan Pelatihan “Manajemen Perpustakaan sekolah” bagi sekolah-sekolah Muhammadiyah di Ponorogo yang dilaksanakan pada 24-25 Maret lalu.
Pihaknya juga berharap melalui kegiatan ini dapat menginisiasi berdirinya liga perpustakaan sekolah-sekolah Muhammadiyah di Kabupaten Ponorogo. “Kita berharap, asosiasi itu nanti juga dapat terkoneksi dengan asosiasi lain di luar Ponorogo”, lanjunt Ayu.
Kegiatan yang diselenggarakan selama 2 hari tersebut mendatangkan 2 pembicara inti, yaitu Lasa Hs, M.Si (Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah) dan Arsidi, M.IP (Ketua Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia).
Menurut Lasa Hs, M,Si secara umum kelemahan perpustakaan adalah belum dimilikinya visi dan misi kelembagaan secara jelas. “Sejauh ini visi misi yang ada masih sebatas berorientasi pada fungsi kelembagaan. Seharusnya dalam menyusun visi kita harus mempertimbangkan adanya nilai keunggulan lembaga (distinsi)”, jelas beliau.
Idealnya pengelola perpustakaan juga harus memiliki rancangan rencana jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam perencanaan ini dijelaskan tahapan upaya yang dilakukan untuk menggapai visi lembaga. Lebih jauh beliau juga menjelaskan standarisasi anggaran bagi perpustakaan sekolah, kisaran anggaran tersebut mencapai 35 juta atau 5% dari total anggaran sekolah. Jumlah tersebut tentu merupakan ideal budget yang seyogyanya disiapkan oleh lembaga ataupun sekolah, mengingat pada tataran praktis jumlah tersebut sulit terealisasi.
Sementara itu, Arsidi, M.IP menambahkan dalam membangun budaya literasi di sekolah diperlukan beberapa strategi khusus diantaranya ; mengkondisikan lingkungan sekolah, mengkondisikan lingkungan social serta mengupayakan sekolah menjadi lingkungan akademik yang literat. “Misalnya saja kita buat tulisan-tulisan informative di pojok sekolah yang dapat dibaca siswa setiap saat”, jelas beliau.